FAWAID HADITS-HADITS AL-ARBA’IN AN-NAWAWIYAH

HADITS KE DUA (Bagian 1)

 

Dari Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu, dia berkata :

بَيْنَمَا نَحْنُ جُلُوْسٌ عِنْدَ رَسُوْلِ اللّٰهِ صَلَّى اللٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم ذَاتَ يَوْمٍ إِذْ طَلَعَ عَلَيْنَا رَجُلٌ شَدِيْدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيْدُ سَوَادِ الشَّعْرِ, لاَ يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ وَلاَ يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ, حَتَّى جَلَسَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللّٰهُِ عَلَيْهِ وَسَلَّم, فأَسْنَدَ رُكْبَتَيْهِ إِلَى رُكْبَتَيْهِ وَوَضَعَ كَفَّيْهِ عَلَى فَخِذَيْهِ

“Suatu ketika, kami (para sahabat) duduk di dekat Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam. Tiba-tiba muncul kepada kami seorang lelaki mengenakan pakaian yang sangat putih dan rambutnya amat hitam. Tak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan, dan tak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Ia segera duduk di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu lututnya disandarkan kepada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam…”.

 

A. Biografi singkat Rowi Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu

Biografi Umar bin Khattab telah ada pada hadits pertama.

 

B. Kedudukan hadits

Berkata Ibnu Daqiq Al ‘Ied : “Ini adalah hadits yang agung yang mencakup atas seluruh fungsi-fungsi amalan-amalan yang dhohir maupun yang batin. Dan ilmu-ilmu syariat seluruhnya kembali kepada hadits ini dan berkumpul padanya. Hal itu karena hadits ini mengumpulkan ilmu sunnah sehingga hadits ini disebut dengan Ummus Sunnah sebagaimana Al Fatihah disebut Ummul Qur’an karena surat ini mencakup makna-makna yang terkandung dalam Al Qur’an.”

 

B. Fawaid hadits

  1. Diantara petunjuk Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah duduk-duduk dengan para sahabat-sahabatnya. Dan sikap ini menunjukkan atas kebaikan akhlak beliau.
  2. Selayaknya bagi seseorang untuk bisa bergaul dengan orang lain dan duduk-duduk bersama mereka dan hendaknya tidak menjauhi mereka.
  3. Bergaul dengan orang lain lebih utama dibandingkan dengan menyendiri jika seseorang tidak khawatir akan agamanya. Tapi jika bergaul justru khawatir atas agamanya maka menyendiri lebih baik.
  4. Sesungguhnya para malaikat dapat memungkinkan untuk menampakkan diri mereka dengan bentuk manusia. Sebagaimana Jibril menampakkan diri dihadapan para sahabat Nabi dengan ciri fisik manusia.
  5. Hadits ini menunjukkan bagusnya adab seorang penuntut ilmu (pelajar) dihadapan seorang guru. Dimana malaikat Jibril duduk dihadapan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan sifat duduk yang baik. Yang menunjukkan tingginya adab, kesiapan mendengarkan hadits dan kesiapan terhadap apa yang akan diberikan.
  6. Bolehnya memanggil Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan nama beliau langsung “Wahai Muhammad”. Hal ini terjadi sebelum turun ayat yang melarangnya (An-Nur : 63). Setelah adanya larangan maka tidak boleh memanggil beliau dengan namanya.
  7. Bolehnya seseorang bertanya tentang sesuatu yang sudah dia ketahui dengan niat mengajarkan hal itu kepada orang lain yang belum tahu. Karena sesungguhnya dalam hadits itu Jibril telah mengetahui jawabannya, namun Jibril lakukan itu agar dapat mengajari para sahabat.
  8. Orang yang menyebabkan terjadinya sesuatu maka dia dihukumi sama dengan sebab yang terjadi. Dalam hadits ini yang menyampaikan dan mengajarkan ilmu adalah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun karena yang menjadi penyebab ilmu tersampaikan adalah Jibril dengan pertanyaan itu, maka dia pun secara tidak langsung juga sebagai pengajar atau yang menyampaikan ilmu kepada para sahabat.

 

Di terjemahkan oleh Ahmad Imron bin Muhadi Al Fanghony hafidzohullahu ta’ala.

Rujukan : Kitab Al-Fawaid Adz-dzahabiyah min Ar-ba’in An-Nawawiyah karya Syaikh Abu Abdillah Hammud bin Abdillah Al Mathor dan Syaikh Abu Anas Ali bin Husain Abu Lauz.

By Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *