Salah satu nasehat Syaikh Al ‘Allamah Ali bin Muhammad bin Nashir Faqihi rohimahullah kepada para pemuda adalah :

“Jadi saya mendorong dan menyarankan para pemuda untuk duduk bersama para ulama robbani, dengan metode para ulama Syariah, bukan dengan metode para dokter, literatur (pengarang – pujangga) dan yang semisal dengan mereka serta bukan sekedar ada pada dirinya antusias dan semangat saja.  Semua orang mencintai Islam, bahkan orang tua sekalipun, mereka mencintai Islam dan mereka lebih suka seseorang yang langsung dari Islam dan membenci orang yang melukai Islam. Akan tetapi perlu memiliki ilmu dan ilmu tidak diambil kecuali dari ahlinya. Jadi, saran dan nasehat saya kepada kaum muda dan para da’i adalah agar mempelajari agama melalui metode para ulama yaitu ulama Syariah, dan bukan melalui media dan internet dan para ulama yang menyebarkan racun ini di saluran terkenal yang kalian kenal lebih tahu banyak daripada saya.

Pelajarilah ilmu dari mereka, yaitu mereka yang ahli dalam ilmu syariat mereka adalah orang-orang yang berilmu, dan mereka adalah orang-orang yang memahami realitas umat. Mereka (para ulama) mengatakan bahwa orang-orang miskin ilmu ini tidak tahu realitas umat. Mereka tidak tahu. Mereka hanya duduk di rumah dengan angan-angan mereka yang tinggi, mereka mengambil uang, memakai mobil dan menikmati kantor yang sangat baik, dan hanya itu. Mereka tidak tahu apa-apa. Dan demikianlah, mereka berputar-putra dan tidak terlepas dari dua hal yaitu hanya kedustaan dan mengada-ngada saja.

Sekiranya kalian mendengarkan radio dan televisi, kalian akan mendengarkan Syaikh Abdul Aziz bin Baz (Mufti sekarang ; di masa beliau saat itu), halaqoh (program) beliau menembus malam dan siang, setiap pertemuan beliau mengarahkan dan mengajarkan ilmu, dan ulama itu ya seperti ini demikianpula universitas-universitas, para penuntut ilmu di universitas mereka selalu belajar. Bagaimana mungkin ada seseorang dari para pujangga zaman sekarang ketika berkhutbah dan memberikan rekaman diantara para pemuda yang mereka dapat mengaksesnya (mendapatkannya), dia mengatakan : “Bahwasannya para ulama yang duduk-duduk diatas itu dan tidak akan turun (ke lapangan) bersama para pemuda, hingga mereka mengetahui ; mengenali (keadaan) mereka (para pemuda) secara langsung”. Padahal para ulama sendiri, mereka telah terjun ke lapangan, mereka mengajar, mereka berada (mengajar) di jam’iah (universitas).

Akan tetapi muncul dengan pemikiran ini adalah seorang pujangga juga, padahal pujangga termasuk seorang penyair dan semisal yang lainnya mengatakan hal yang sama seperti ucapan ini. Maka selayaknya bagi seorang Muslim untuk mengetahui bahwasannya para ulama syar’i, mereka adalah orang-orang yang memahamkan manusia, mereka adalah orang-orang yang memberikan keterangan dan mereka adalah orang-orang yang mengetahui realitas umat dan apa-apa yang dapat membuat mereka baik serta dapat memperbaiki keadaan-keadaan mereka (biidznillah). Tidak akan menjadi baik keadaan akhir umat ini kecuali dengan apa-apa yang membuat baik umat terdahulu, yaitu berpegang teguh dengan kitabullah (Al-qur’an) dan As-sunnah (ajaran) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan pemahaman salaful (pendahulu) ummat ini. Oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ

Aku telah tinggalkan kepada kamu dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik; Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ibnu Nashr, Ibnu Hazm. Hadits ini disahihkan oleh Syaikh Salim Al-Hilali di dalam At-Ta’zhim wa Al-Minnah fi Al-Intishar As-Sunnah, hlm. 12-13).

Mereka terkadang mengatakan : “Kami hidup diatas Sunnah”, padahal mereka tidak memahami hal tersebut. Oleh karena itu harus bagi seseorang untuk duduk (belajar) di sisi orang yang memahami Al-qur’an dan As-sunnah serta mengarahkannya kepada arah (tujuan) yang selamat dan bukan duduk (bermajlis) bersama orang-orang yang memalingkannya dan yang menta’wilnya. Dan kita cukupkan sekian dengan kata-kata ini.

  • Sumber rekaman syaikh Ali bin Muhammad bin Nashir Faqihi rohimahullah
  • Diterjemahkan oleh Tim Medsos MSU (PKPPS Tingkat Ula Al Ukhuwah Sukoharjo)

By Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *