FAWAID HADITS-HADITS AL-ARBA’IN AN-NAWAWIYAH
HADITS KE TIGAPULUH (30)
عَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ الخُشَنِيِّ جُرثُومِ بْنِ نَاشِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، عَنْ رَسُولِ اللهِ ﷺ قَالَ : «إِنَّ اللهَ فَرَضَ فَرَائِضَ فَلَا تُضَيِّعُوهَا، وَحَدَّ حُدُوْداً فَلَا تَعْتَدُوهَا وَحَرَّمَ أَشْيَاءَ فَلَا تَنْتَهِكُوهَا، وَسَكَتَ عَنْ أَشْيَاءَ رَحْمَةً لَكُمْ غَيْرَ نِسْيَانٍ فَلَا تَبْحَثُوا عَنْهَا» حِدِيْثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ الدَّارَقُطْنِيُّ وَغَيْرُهُ.
Dari Abu Tsa’labah Al-Khusyani Jurtsum bin Nasyir radhiyallahu ‘anhu, dari Sasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menetapkan beberapa kewajiban maka janganlah engkau menyepelekannya, dan Dia telah menentukan batasan-batasan maka janganlah engkau melanggarnya, dan Dia telah pula mengharamkan beberapa hal maka janganlah engkau jatuh ke dalamnya. Dia juga mendiamkan beberapa hal ; karena kasih sayangnya kepada kalian bukannya lupa, maka janganlah engkau membahasnya.” (Hadits hasan, HR. Ad-Daruquthni no. 4316 dan selainnya)
A. Biografi rowi Abu Tsa’labah Al-Khusyani Jurtsum bin Nasyir radhiyallahu ‘anhu
Beliau termasuk sahabat yang masyhur (terkenal). Abu Tsa’labah al-Khusyani radhiyallahu anhu sahabat yang mulia terkenal dengan gelar ini. al-Khusyani adalah nisbah kepada Khusyain bin An-Namir dari kabilah Qudha’ah. Para Ulama berbeda pendapat tentang nama beliau dan nama ayah beliau, namun kebanyakan Ulama menyebut namanya Jurtsum.
Abu Tsa’labah termasuk yag berbai’at kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di bai’atur ridhwaan pad atahun 6 hijriyah dan mendapat bagian rampasan perang di Khaibar. Rasûlullâh shallallahu ‘alaihi wasallam mengutus beliau menjadi da’i pada kaumnya sehingga kaumnya masuk Islam. Beliau radhiyallahu anhu tinggal dipedalaman dan bekerja sebagai pemburu. Beliau radhiyallahu anhu tinggal di negeri Syam dan meninggal pada tahun 95 H dalam keadaan sujud.
B. Kedudukan hadits
Berkata Ibnu Rojab ; Berkata Abu Bakar As-sam’i : “Hadits ini adalah pokok pondasi yang besar dari pondasi-pondasi agama beserta cabang-cabangnya”. Diriwayatkan dari sebagian ulama, beliau berkata : “Tidak ada satupun hadits dari hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang paling komplit dengan riwayat tersendiri terkait pkok-pokok agama dan cabnagnya kecuali hadits Abu Tsa’labah.
Diriwayatkan dari Abu Tsa’labah Al-Mazani, beliau berkata : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengumpulkan penjelasan agama pada empat kalimat, salah satunya beliau menyebut hadits Abu Tsa’labah.” Berkata As-sam’ani : “Barangsiapa yang beramal dengan hadits ini, maka dia akan memborong pahala yanag banyak dan akan aman (selamat) dari hukuman. Karena barangsiapa yang melaksanakan kewajiban, meninggalkan keharaman, berhenti dari batasan-batasan dan meningglkan pembahasan yang didiamkan, maka dia telah menyempurnakan berbagai macam perkara yang utama dan menyempurnakan hak-hak agama. Karena syariat Islam tidak keluar dari perkara-perkara yang telah disebutkan dalam hadits.
C. Fawaid hadits
- Bagusnya penjelasan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
- Sesungguhnya Allah telah meng-fardhu-kan suatu perkara dan me-wajib-kan itu semua kepada para hambaNya dengan perkara yang pasti dan yakin. Para ulama membagi kewajiban (fardhu) itu menjadi dua ; fardhu ‘ain dan fardhu kifayah.
- Fardhu ‘ain adalah apa yang dilihat dari sisi perbuatan dan pelakunya dan diwajibkan atas setiap orang. Fardhu kifayah adalah apa yang dilihat dari sisi pelakunya dan hukumnya apabila telah dikerjakan oleh orang lain dan itu cukup, maka bagi yang lain gugur.
- Sesungguhnya tidak boleh bagi seseorang untuk melampaui batsan-batasan Allah. Dan bercabang dari kaidah ini adalah bahwa seseorang tidak diperbolehkan untuk berlebih-lebuhan dalam agama Allah. Oleh karena itu Nabi mengingkari oran yang puasa dan tidak akan berbuka, akan sholat makam dan tidak mau tidur dan tidak akan menikahi wanita selama-lamanya.
- Haramnya perbuatan melanggar keharaman yang telah Allah tetapkan. Dan perkara haram itu ada dua macam ; haram dosa besar yang tidak diampuni kecuali dengan taubat dan haram dosa kecil yang bisa terhapus dengan sholat, haji dan ibadah lainnya.
- Sesungguhnya apa yang Allah diamkan dan tidak Allah bahas adalah perkara yang dimaafkan.
- Peniadaan sifat lupa dari Allah ta’ala dan ini menunjukkan akan kesempurnaan ilmuNya Allah pada segala sesuatu.
- Selayaknya bagi seseorang untuk tidak membahas dan bertanya kecuali yang di dorong oleh kebutuhan. Terutama di masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, karena bisa saja seseorang bertanya sesuatu yang tidak diwajibkan lalu turun wahyu diwajibkan dan itu memberatkannya.
Di terjemahkan oleh Ahmad Imron bin Muhadi Al Fanghony hafidzohullahu ta’ala.
Rujukan : Kitab Al-Fawaid Adz-dzahabiyah min Ar-ba’in An-Nawawiyah karya Syaikh Abu Abdillah Hammud bin Abdillah Al Mathor dan Syaikh Abu Anas Ali bin Husain Abu Lauz.