FAWAID HADITS-HADITS AL-ARBA’IN AN-NAWAWIYAH

HADITS KE DUAPULUH TIGA (23)

 

عَنْ أَبِي مَالِكٍ الحَارِثِ بْنِ عَاصِمٍ الأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:) الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيْمَانِ، وَالحَمْدُ للهِ تَمْلأُ المِيْزَانَ، وَسُبْحَانَ اللهِ والحَمْدُ للهِ تَمْلآنِ – أَو تَمْلأُ – مَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ، وَالصَّلاةُ نُورٌ، والصَّدَقَةُ بُرْهَانٌ، وَالصَّبْرُ ضِيَاءٌ، وَالقُرْآنُ حُجَّةٌ لَكَ أَوْ عَلَيْكَ، كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا أَو مُوْبِقُهَا رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

Dari Abu Malik Al-Harits bin ‘Ashim Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Bersuci itu sebagian dari iman, ucapan alhamdulillah (segala puji bagi Allah) itu memenuhi timbangan. Ucapan subhanallah (Mahasuci Allah) dan alhamdulillah (segala puji bagi Allah), keduanya memenuhi antara langit dan bumi. Shalat adalah cahaya, sedekah adalah bukti nyata, kesabaran adalah sinar, Al-Qur’an adalah hujjah yang membelamu atau hujjah yang menuntutmu. Setiap manusia berbuat, seakan-akan ia menjual dirinya, ada yang memerdekakan dirinya sendiri, ada juga yang membinasakan dirinya sendiri.’” (HR. Muslim)

A. Biografi singkat rowi Abu Malik Al-Harits bin ‘Ashim Al-Asy’ari rodhiyallahu ‘anhu

Beliau adalah Abu Malik Al-Harits bin ‘Ashim Al-Asy’ari, ada yang mengatakan beliau adalah Ka’ab bin ‘Ashim dan tidak disebutkan keadaan atau sejarah kelahiran beliau. Al-Asy’ari dinisbatkan (disandarkan) kepada kabilah di Yaman yang disebut dengan Al-Asy’ariyun dan yang benar, beliau bukanlah Abu Musa Al-Asy’ari sahabat yang terkenal itu. Karena Abu Musa terkenal dengan kunyahnya sedangkan beliau ini (Abu Malik) terkenal dengan nama aslinya yaitu Al-Harits.

Ia memeluk Islam bersama kaumnya. Saat itu Ka’ab bin Malik datang menemui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan menaiki perahu. Setelah menjadi sahabat Nabi, ia turut berperang bersama beliau dan juga meriwayatkan hadits darinya.

Bersama Rasullah shallallahu ‘alaihi wasallam

Para sahabat Nabi sering mengajurkan pertanyaan kepada beliau. Sudah barang tentu, pertanyaan-pertanyaan itu sesuai dengan permasalahan yang tengah mereka hadapi. Suatu hari, Abu Malik al-Asy’ari bertanya kepada Rasulullah. Ia berkata, “Kebaikan apa yang sempurna”? Nabi menjawab,

أَنْ تَعْمَلَ فِي السِّرِّ عَمَلَ العَلَانِيَةِ

“Engkau kerjakan secara rahasia, amalan yang (umumnya) dilihat orang.” [Majmu’ az-Zawa-id, 18089].

 

Meriwayatkan Hadits, diantaranya :

Pertama: Di antara hadits yang diriwayatkan oleh Abu Malik adalah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

ليشرَبنَّ ناسٌ من أمَّتي الخمرَ يُسمُّونَها بغيرِ اسمِها، يُعزَفُ علَى رءوسِهِم بالمعازفِ، والمغنِّياتِ، يخسِفُ اللَّهُ بِهِمُ الأرضَ، ويجعَلُ منهمُ القِرَدةَ والخَنازيرَ

“Sunngguh pasti akan terjadi ada manusia di tengah umatku, seseorang yang meminum khamr. Lalu dia namakan dengan yang bukan namanya. Ditabuh di atas kepala mereka alat-alat musik dengan biduan wanita. Allah akan membenamkan mereka ke bumi. Dan menjadikan sebagian dari mereka kera dan babi.” [Shahih Ibnu Majah, 3263].

Hadits ini menunjukkan bahwa semua yang disebutkan di atas adalah haram hukumnya. Kemudian ada yang menghalalkannya. Kemudian Nabi juga mengabarkan tentang tanda kiamat.

Kedua: Hadits lainnya,

أَرْبَعٌ في أُمَّتي مِن أمْرِ الجاهِلِيَّةِ، لا يَتْرُكُونَهُنَّ: الفَخْرُ في الأحْسابِ، والطَّعْنُ في الأنْسابِ، والاسْتِسْقاءُ بالنُّجُومِ، والنِّياحَةُ وقالَ : النَّائِحَةُ إذا لَمْ تَتُبْ قَبْلَ مَوْتِها، تُقامُ يَومَ القِيامَةِ وعليها سِرْبالٌ مِن قَطِرانٍ، ودِرْعٌ مِن جَرَبٍ.

“Ada empat hal di tengah umatku yang merupakan perbuatan jahilyah tapi sulit mereka tinggalkan. Berbangga dengan keturunan. Mencela nasab. Meminta hujan dengan bintang-bintang. Dan meratapi kematian.” Beliau melanjutkan, “Seorang yang meratapi kematian kalau tidak bertaubat sebelum meninggal, hari kiamat ia diberdirikan didirikan dia di hari kiamat dan dia akan dipakaikan celana dan leburan aspal dan dipakaikan baju kurung dari kuman.” [HR. Muslim dalam shahihnya No: 934].

 

Wafatnya Abu Malik

Abu Malik al-Asy’ari adalah seorang sahabat yang senantiasa menasihati karena Allah Ta’ala. Di antara buktinya, di akhir hayatnya, ia melakukan hal ini. Menunjukkan ini kebiasaan hidupnya. Syuraih bin Ubaid bercerita, “Saat di penghujung hidupnya, Abu Malik al-Asy’ari berkata kepada kaumnya, ‘Wahai orang-orang Asy’ar, hendaknya orang yang hadir di sini menyampaikan pada yang tidak hadir. Sungguh aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

حَلْوَةُ الدُّنْيَا مُرَّةُ الآخِرَةِ مُرَّةُ الدُّنْيَا حَلْوَةِ الآخِرَةِ

“Manisnya dunia pahitnya akhirat. Dan pahitnya dunia adalah manisnya akhirat.” (HR Ahmad, At-Tabrani dalam Al-Kabir, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak dan Al-Baihaqi dari Abu Malik Al-Asy’ari, menurut Imam Suyuti hadits ini shahih).

Abu Malik al-Asy’ari wafat pada masa pemerintah Umar bin al-Khattab radhiallahu ‘anhu. Syahr bin Hausyab berkata, dari Ibnu Ghanam bahwa Muadz bin Jabal, Abu Ubaidah, dan Abu Malik wafat karena wafat karena terkena wabah tha’un. Yaitu wabah Tha’un Amwas di masa pemerintahan Umar bin al-Khattab. Abu Malik wafat di Mesir pada tahun 18 H.

B. Kedudukan hadits

Berkata Ibnu Daqiq Al ‘Ied : “Hadits ini adalah salah satu pokok pondasi dari pokok pondasi Islam. Dan hadits ini telah mencakup atas perkara-perkara penting dari kaidah-kaidah Islam dan agama.

 

C. Fawaid hadits

  1. Dorongan agar menjaga kesucian dan kebersihan, menjelaskan kedudukannya dalam agama yaitu sebagai setengah dari keimanan.
  2. Dorongan agar membiasakan diri dengan hamdalah dan tasbih karena keduanya dapat memenuhi timbangan bahkan memenuhi langit dan bumi.
  3. Dorongan agar menjaga dan mengerjakan sholat dan bahwasannya dia adalah cahaya dan cabang dari faidah ini adalah bahwasannya sholat itu dapat membukakan bagi seseorang pintu ilmu dan pemahaman.
  4. Dorongan agar raji bershadaqoh dan bahwasannya shadaqoh adalah bukti dan dalil akan benarnya keimanan pelakunya.
  5. Dorongan agar bersabar dan bahwasannya sabar adalah cahaya yang terik (menyengat). Disebut demikian karena sabar itu mengakibatkan kesulitan sebagaimana cahaya yang menyengat.
  6. Bahwasannya alqur’an adalah hujjah (peolong) bagi seseorang tapi juga bisa menjadi musuh baginya. Dan semoga Allah menjadikannya penolong dan pemberi manfaat bagi kita.
  7. Hendaknya setiap orang untuk terus beramal.
  8. Sesungguhnya orang yang beramal itu antara dia melepaskan dirinya atau menjual dirinya. Orang yang beramal ketaatan maka dia adalah yang melepaskan dirinya dari kekangan Syaithan, sedangkan yang melaksanakan kemaksiatan maka dialah yang menjual dirinya yaitu menjatuhkan dirinya kepada jurang kehancuran.
  9. Sesungguhnya kebebasan dan kemerdekaan yang hakiki adalah menegakkan ketaatan kepada Allah dan bukan memutlakkan seseorang untuk berbuat sesuatu sesukanya. Maka setiap oarang yang lari dari beribadah kepada Allah maka dia akan terus berada pada kekangan Syaithan dan akhirnya menjadi hambanya. Na’udzubillah Min Dzaalik.

 

 

Di terjemahkan oleh Ahmad Imron bin Muhadi Al Fanghony hafidzohullahu ta’ala.

Rujukan : Kitab Al-Fawaid Adz-dzahabiyah min Ar-ba’in An-Nawawiyah karya Syaikh Abu Abdillah Hammud bin Abdillah Al Mathor dan Syaikh Abu Anas Ali bin Husain Abu Lauz. 

By Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *