RINGKASAN KAJIAN DAN TAUJIHAAT PADA RAPAT PARA ASATIDZAH DAN PEGAWAI
PONDOK PESANTREN AL UKHUWAH SUKOHARJO
A. Pemateri Pertama : Al-Ustadz Agus Suseno hafidzahullahu ta’ala (Masul / kepala program MA Al-Ukhuwah)
Materi : Keimanan Yang Sempurna
1. Salah satu nikmat yang besar dan mulia adalah mencintai keimanan dan membenci kekufuran. Allah berfirman :
وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ حَبَّبَ إِلَيْكُمُ ٱلْإِيمَٰنَ وَزَيَّنَهُۥ فِى قُلُوبِكُمْ وَكَرَّهَ إِلَيْكُمُ ٱلْكُفْرَ وَٱلْفُسُوقَ وَٱلْعِصْيَانَ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلرَّٰشِدُونَ. فَضْلًا مِّنَ ٱللَّهِ وَنِعْمَةً ۚ وَٱللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“… Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurur. Sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Al-Hujurat : 7-8)
2. Maka diantara bentuk nikmat adalah menjaga keimanan dan memupuknya agar semakin sempurna.
3. Salah satu ciri keimanan yang sempurna adalah apa yang disebutkan dalam riwayat.
عَنْ أَبِي حَمْزَةَ أَنَسٍ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ خَادِمِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : ” لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ”
Dari Abu Hamzah Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Salah seorang di antara kalian tidaklah beriman (dengan iman sempurna) sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.” (Bukhari dan Muslim)
4. Wajib mencintai saudara kita sebagaimana mencintai saudara sendiri. Di sini dikatakan wajib karena ada kalimat penafian umum.
5. Kaidah memahami dalil yang berisi penafian keimanan adalah dibawa kepada ;
a). Menafikan keimanan (kufur).
b). Tidak sah iman seseorang.
c). Tidak sempurna iman seseorang.
6. Dalam riwayatnya Imam Nasa’i, Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مِنَ الخَيْرِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Sampai dia mencintai untuk saudaranya dari sebuah kebaikan sebagaimana dia mencintai kebaikan itu bagi dirinya sendiri”.
7. Khair adalah satu kalimat yang mencakup perkara ketaatan maupun perkara mubah yang mendatangkan kebaikan baik dalam urusan Dunia maupun Akhirat. Khair juga yang mengeluarkan perkara-perkara yang di larang.
8. Contoh para salaf dalam merealisasikan hadits diatas :
A. Contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika menasihati sahabat Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu :
ﻳَﺎ ﺃَﺑَﺎ ﺫَﺭِّ ﺇِﻧِّﻲ ﺃَﺭَﺍﻙَ ﺿَﻌِﻴﻔَﺎ، ﻭَﺇِﻧِّﻲ ﺃُﺣِﺐُّ ﻟَﻚَ ﻣَﺎ ﺃُﺣِﺐُّ ﻟِﻨَﻔْﺴِﻲ، ﻻَ ﺗَﺄَﻣَﺮَﻥَّ ﻋَﻠَﻰ ﺍﺛْﻨَﻴﻦِ، ﻭَﻻَ ﺗَﻮَ ﻟَّﻴَﻦَّ ﻣَﺎﻝَ ﻳَﺘِﻴْﻢِ
“… Hai Abu Dzar sesungguhnya aku melihatmu LEMAH dan sesungguhnya aku mencintai untukmu apa yang kucintai untuk diriku, JANGANLAH sekali-kali engkau MEMIMPIN dua orang dan janganlah sekali-kali engkau mengurus harta anak yatim”. (HR. Muslim).
B. Perkataan Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma :
إِنِّي لَأَمُرُّ عَلَى الآيَةِ مِنْ كِتَابِ اللّٰهِ، فَأَوَدُّ أَنَّ النَّاسَ كُلَّهُمْ يَعْلَمُوْنَ مِنْهَا مَا أَعْلَمُ
“Sungguh aku telah melewati (mempelajari – memahami) satu ayat dari kitabullah (Al-Quran), yang aku inginkan adalah bagaimana semua orang memahami ayat tersebut seperti yang aku pahami.”
C. Perkataan Al-Imam Asy-Syafi’i rohimahullahu :
وَدِدْتُ أَنَّ النَّاسَ تَعَلَّمُوْا هٰذَا العِلْمَ، وَلَمْ يُنَسِّبْ إِلَيَّ مِنْهُ شَيْءٌ
“Aku sangat senang jika seluruh manusia mau mempelajari ilmu (agama) ini sekalipun tidak sedikitpun dari ilmu itu yang di nisbatkan (disandarkan) kepada saya.”
——————————————-
B. Pemateri Kedua : Al-Ustadz Abu Sulaiman Aris Sugiyantoro hafidzahullahu ta’ala (Mudir Ponpes Al-Ukhuwah)
Materi : Nasihat Untuk Para Guru
1. Seorang murobbi (guru) harus bertakwa dan bertawakal kepada Allah.
2. Menghindari perkataan yang negatif dengan sesama pengajar.
3. Mempersiapkan diri sebelum masuk kelas.
4. Tidak banyak berbicara dengan santri terkait data pribadi.
5. Berhati-hati dari gaya bahasa yang mengancam santri.
6. Ajarilah para santri dengan gaya bahasa yang baik agar mereka dapat menghormati guru.
7. Tidak membicarakan beberapa hal yang tidak baik dari sisi pondok/sekolah dihadapan para santri.
8. Jangan dijadikan nilai itu untuk senjata para guru untuk mengancam para santri.
9. Hendaknya para guru menggunakan metode-metode terbaik dan tidak boleh meremehkan santri yang kurang.
10. Bermuamalah dengan baik bersama para santri dan tidak menghalangi para santri dalam meningkatkan prestasinya.
- Masjid Aisyah Ponpes Putri Al-Ukhuwah :: Selasa, November 2024 M / 24 Jumadil Awwal 1446 H
- Diringkas oleh Ahmad Imron bin Muhadi Al Fanghony, hafidzahullahu ta’ala