RINGKASAN KAJIAN RUTIN ASATIDZAH PONPES AL-UKHUWAH SUKOHARJO

Materi : Mukhtasar Adab Hamalatil Qur’an
Pemateri : Syaikh Khairuddin, hafidzahullahu Ta’ala

 

BAB : Adab-adab Para Pembaca Al-Qur’an Dari Apa-apa Yang Tidak Layak Bagi Mereka Tidak Mengetahuinya

Adab pertama, Membaca Al-Qur’an dalam keadaan bersuci. Dengan alasan :
1. Mengagungkan Al-Qur’an
2. Al-Qur’an adalah kalamullah
3. Mendekatnya para Malaikat

Mendekatnya para Malaikat kepada para pembaca Al-Qur’an terlebih para pembaca bersiwak terlebih dahulu. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :

إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا تَسَوَّكَ ، ثُمَّ قَامَ يُصَلِّي قَامَ الْمَلَكُ خَلْفَهُ ، فَتَسَمَّعَ لِقِرَاءَتِهِ فَيَدْنُو مِنْهُ أَوْ كَلِمَةً نَحْوَهَا حَتَّى يَضَعَ فَاهُ عَلَى فِيهِ فَمَا يَخْرُجُ مِنْ فِيهِ شَيْءٌ مِنَ الْقُرْآنِ ، إِلاَّ صَارَ فِي جَوْفِ الْمَلَكِ ، فَطَهِّرُوا أَفْوَاهَكُمْ لِلْقُرْآنِ

Sesungguhnya jika seorang hamba bersiwak, kemudian melakukan shalat, maka ada seorang malaikat yang berdiri di belakangnya untuk mendengarkan bacaannya. Malaikat itu akan mendekat kepadanya hingga meletakkan mulutnya pada mulut orang tersebut. Dan tidaklah keluar dari mulut orang tersebut berupa bacaan al-Qur‘an kecuali akan masuk ke dalam perut malaikat, maka bersihkanlah mulut kalian bila hendak membaca al-Qur‘an.” (HR. Al-Bazzar, hasan).

Membaca Al-Qur’an dengan melihat mushaf lebih utama dibandingkan dengan hafalan. Karena melihat mushaf sendiri sudah merupakan ibadah. Berdasarkan sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam :

أفْضَلُ عِبادَة أُمَّتي قراءَةُ القرآن نَظَرًا

“Ibadah yang utama bagi umatku adalah membaca Al-Qur’an dengan melihat mushaf”. (Diriwayatkan oleh Al-Imam As-Suyuthi di dalam kitab Al-Jasmi’)

Adab kedua, Membawa Al-Qur’an dalam keadaan bersuci. Dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama fiqih.

Membaca Al-Qur’an tanpa bersuci hukumnya boleh. Akan tetapi hendaknya tidak menyentuhnya secara langsung namun menggunakan alat atau benda lainnya untuk menyentuhnya.

عَنْ أَبِيٍ بَكْرٍ المُرُّوْذِيُّ قَالَ : كَانَ أَبُو عَبْدِ اللّٰهِ رُبَّمَا قَرَأَ فِي المُصْحَفِ وَهُوَ عَلَى غَيْرِ طَهَارَةٍ، فَلَا يَمُسُّهُ. وَلٰكِنْ يَأْخُذُ بِيَدِهِ عُوْدًا أَوْ شَيْئًا يَصَّفَّحُ بِهِ الوَرَقَ

Dari Abu Bakr Al-Murrudzi, dia berkata: “Abu Abdillah (Imam Ahmad) sering membaca Al-Qur’an dari mushaf meskipun tidak dalam keadaan suci, namun dia tidak menyentuhnya. Dia mengambil tongkat atau benda lain untuk membalik halaman.” (Dibawakan oleh Abu Hani di dalam “Masaailu Ahmad” : 1/102)

Orang yang sedang junub menurut mayoritas ulama fiqih tidak diperbolehkan membaca Al-Qur’an. Ali bin Abi Thalib berkata :

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقْرِئُنَا الْقُرْآنَ عَلَى كُلِّ حَالٍ مَا لَمْ يَكُنْ جُنُبًا

“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam biasa membacakan Al-Qur’an kepada kami dalam setiap keadaan kecuali junub.“ (HR Tirmidzi)

Adab ketiga, Berhenti membaca Al-Qur’an saat kentut. Sebagai bentuk menghormati Al-Qur’an.
Dari Zurzur beliau berkata, aku pernah bertanya kepada Atha’ :

أَقْرَأُ القُرْآنَ فَيَخْرُجُ مِنِّي الرِّيْحُ؟ قَالَ : تُمْسِكْ عَنِ القِرَاءَةِ حَتَّى تَنْقَضِيَ الرِّيْحُ

“Bagaimana jika aku sedang membaca Al-Qur’an, lalu keluar angin dariku (kentut)”?? Beliau menjawab : “Kamu tahan dari membacanya sampai kentut itu selesai.” (Dikeluarkan oleh Sa’id bin Manshur di dalam kitab tafsir : 100 dan Ibnu Abi Syaibah : 8/447 dan juga Imam Al-Baihaqi di dalam kitab Asy-Syu’ab : 1942)

Adab keempat, Berhenti membaca Al-Qur’an saat menguap. Agar bacaan tetap jelas dibaca dan didengar.
Imam an-Nawawi رحمه اللَّه berkata :

أَنَّهُ إِذَا تَثَائَبَ أَمْسَكَ عَنِ القِرَاءَةِ حَتَّى يَنْقَضِيَ التَثَاؤُبُ ثُمَّ يَقْرَأُ

“Bahwa di antara adab membaca Alquran adalah, apabila seseorang menguap, maka dia menghentikan bacaannya, sampai dia selesai menguap, kemudian melanjutkan bacaannya.” (At-Tibyan 1/119)

Imam Mujahid rohimahullahu ta’ala berkata :

إِذَا تَثَائَبْتَ وَأَنْتَ تَقْرَأُ فَأَمْسِكْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْكَ

“Apabila kamu menguap sedangkan saat itu kami sedang membaca Al-Qur’an, maka tahanlah (berhentilah dari membaca Al-Qur’an) hingga menguap itu pergi darimu”. (Dikeluarkan oleh Sa’id bin Manshur di dalam kitab tafsir : 98 dan Imam Al-Baihaqi di dalam kitab Asy-Syu’ab : 1943)

Adab kelima, Melakukan sujud saat membaca ayat-ayat sajadah. Dengan alasan :
1. Mendatangkan ridha Allah
2. Membuat marah dan menangis Syaitan

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِذَا قَرَأَ ابْنُ آدَمَ السَّجْدَةَ فَسَجَدَ اعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِى يَقُولُ يَا وَيْلَهُ – وَفِى رِوَايَةِ أَبِى كُرَيْبٍ يَا وَيْلِى – أُمِرَ ابْنُ آدَمَ بِالسُّجُودِ فَسَجَدَ فَلَهُ الْجَنَّةُ وَأُمِرْتُ بِالسُّجُودِ فَأَبَيْتُ فَلِىَ النَّارُ

“Jika anak Adam membaca ayat sajadah, lalu dia sujud, maka setan akan menjauhinya sambil menangis. Setan pun akan berkata-kata: “Celaka aku. Anak Adam disuruh sujud, dia pun bersujud, maka baginya surga. Sedangkan aku sendiri diperintahkan untuk sujud, namun aku enggan, sehingga aku pantas mendapatkan neraka.” (HR. Muslim no. 81)

Adab keenam, Memikirkan dan mentadabburi bacaan.
Perintah untuk mentadabburi Al-Qur’an disebutkan dalam ayat :

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?” (Muhammad : 24)

Adab ketujuh, Meminta Rahmat kepada Allah ketika melewati ayat-ayat Rahmat dan berlindung kepada Allah saat melewati ayat-ayat adzab.

Adab kedelapan, Memutus bacaan Al-Qur’an saat merasa mengantuk lalu tidur sebentar sampai bisa kembali fresh.
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَرْقُدْ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ يُرِيْدُ أَنْ يَسْتَغْفِر فَيَسُبَّ نَفْسَهُ

“Apabila salah seorang kalian mengantuk, hendaknya dia tidur. Karena kadang ada orang yang mungkin dia hendak beristighfar, tapi mendoakan keburukan untuk dirinya”. (HR. Muslim, Abu Daud, dan yang lainnya).

 

  • Aula Ponpes Al-Ukhuwah Sukoharjo :: Kamis, 16 Januari 2026 M / 16 Rajab 1446 H
  • Diringkas oleh :: Ahmad Imron bin Muhadi Al-Fanghony, hafidzahullahu ta’ala

By Redaksi