HADITS-HADITS TENTANG RAMADHAN DAN PUASA

MEMULAI DAN MENGAKHIRI PUASA RAMADHAN BERSAMA UMAT ISLAM

 

HADITS ABU HURAIRAH :

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : الصَّوْمُ يَوْمَ تَصُومُونَ، وَالفِطْرُ يَوْمَ تُفْطِرُونَ،  وَالأَضْحَى يَوْمَ تُضَحُّونَ

 

Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berpuasa adalah hari kamu berpuasa, berbuka adalah hari kamu berbuka dan adh-ha adalah hari kamu menyembelih korban”. (HR. Tirmidzi, no. 697-dan ini lafazhnya- ; Hadits semakna HR. Tirmidzi, 802; Abu Dawud, no. 2324; Ibnu Majah, no. 1660. Syaikh Al-Albani menyatakan “Shohih lighoirihi” di dalam Irwaul Gholil, no. 905)

 

HADITS IBNU UMAR :

 

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلَالَ فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ

 

Dari Ibnu Umar, dia berkata: “Orang-orang berusaha melihat hilal, maka aku memberitahukan kepada Rosululloh shollallohu ‘alaihi was sallam bahwa aku telah melihatnya. Maka beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa dengan sebab puasa beliau”. (HR. Abu Dawud, no. 2342; Ibnu Hibban, no. 3447. Dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Irwaul Gholil, no. 908)

 

FAWAID HADITS :

Ada beberapa faedah yang bisa kita ambil dari hadits-hadits ini, antara lain:

  • 1- Setelah meriwayatkan hadits no. 697, di atas imam Tirmidzi (wafat th. 279 H) berkata:

 

وَفَسَّرَ بَعْضُ أَهْلِ العِلْمِ هَذَا الحَدِيثَ، فَقَالَ: إِنَّمَا مَعْنَى هَذَا أَنَّ الصَّوْمَ وَالفِطْرَ مَعَ الجَمَاعَةِ وَعُظْمِ النَّاسِ

 

“Sebagian ulama menjelaskan hadits ini, dia berkata: Maknanya adalah bahwa berpuasa dan berbuka bersama al-jama’ah (Pemerintah) dan mayoritas orang banyak”.
(Sunan Tirmidzi, no. 697)

  • 2- Imam Abul Hasan As-Sindiy (wafat th. 1138 H) berkata di dalam hasyiyah Ibnu Majah, setelah menyebutkan hadits Abu Huroiroh riwayat Tirmidzi ini:

 

 والظاهرُ أنّ معناهُ أن هذه الأمور ليس للآحاد فيها دخلٌ ، وليس لهم التفرّدُ فيها ، بل الأمرُ فيها إلي الإمام والجماعةِ ويجبُ على الآحادِ اتباعُهم للإمامِ والجماعةِ

 

“Yang Nampak, bahwa maknanya: bahwa urusan-urusan ini bukan hak pribadi-pribadi, tidak boleh mereka menyendiri di dalam urusan-urusan ini.
Namun urusannya diserahkan kepada imam (Pemerintah) dan al-jama’ah (kaum muslimin). Dan pribadi-pribadi wajib mengikuti imam (pemimpin Negara) dan al-jama’ah (kaum muslimin)”.
(Hasyiah As Sindi, 1/509).

  • 3- Agama Islam adalah agama yang mengajarkan kebersamaan dan persatuan, serta melarang perpecahan.
    Oleh karena itu memulai berpuasa Romadhon, mengakhirinya, dan menyembelih korban, dilakukan bersama orang banyak (pemerintah).
  • 4- Perbuatan yang tidak benar, kejadian sebagian Kaum Muslimin di dalam satu kota yang sama, atau satu kampung, atau satu keluarga, berbeda hari di dalam memulai puasa Romadhon atau mengakhrinya.
    Hal ini terjadi karena menyelisihi tuntunan Alloh dan Rosul-Nya. Maka marilah kita kembali menuju kebenaran.
  • 5- Ketika seseorang telah melihat hilal, maka dia tidak boleh mengumumkan sendiri, namun dia menghadap penguasa dan menyampaikan hal itu.
    Kemudian penguasa yang akan mengumumkannya, jika beritanya diterima.
    Sehingga mengumumkan memulai dan mengakhiri puasa Romadhon bukan hak individu atau organisasi, namun hak penguasa.
    Hal ini untuk menjaga kebersamaan dan persatuan umat Islam.
  • 6- Jika penguasa berbuat kesalahan di dalam menetapkan awal bulan atau akhir bulan, karena menolak saksi yang melihat hilal, atau sebab lainnya, dalam hal ini tetap ditaati, baik penguasa itu berijtihad dan benar, atau berijtihad namun keliru, atau dia melakukan sikap yang melalaikan. Karena Nabi telah bersabda tentang para imam sholat:

 

يُصَلُّونَ لَكُمْ فَإِنْ أَصَابُوا فَلَكُمْ وَإِنْ أَخْطَئُوا فَلَكُمْ وَعَلَيْهِمْ

 

“Mereka itu sholat untuk kebaikan kamu, jika mereka benar, maka kebaikannya untuk kamu; jika mereka salah, maka kebaikannya untuk kamu, dan kesalahannya menjadi tanggungan mereka”. (HR. Bukhori, no. 694)

Maka kesalahannya dan sikap lalainya menjadi tanggungannya, bukan tanggungan kaum muslimin yang tidak melakukan sikap lalai dan keliru. (Diringkas dari penjelasan Syaikhul Islam di dalam Majmu’ Fatawa 25/206)

Inilah sedikit penjelasan tentang hadits-hadits yang agung ini. Semoga Alloh selalu memudahkan kita untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Dan selalu membimbing kita di atas jalan kebenaran menuju ridho dan sorga-Nya yang penuh kebaikan.

 

Ditulis oleh Ustadz Muslim Atsari hafidzhahullahu ta’ala,
Sragen, Jum’at Dhuha, 19-Sya’ban-1442 H / 2-April-2021 M.
Dibaca ulang dan ditambahi, Sabtu Bakda Zhuhur, 28-Sya’ban-1445 H / 9-Maret-2024 M.

By Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *