HADITS-HADITS TENTANG RAMADHAN DAN PUASA

LARANGAN BERPUASA DI HARI SYAKK (MERAGUKAN)

 

HADITS ‘AMMAAR BIN YAASIR :

 

عَنْ صِلَةَ بْنِ زُفَرَ، قَالَ كُنَّا عِنْدَ عَمَّارِ بْنِ يَاسِرٍ فَأُتِيَ بِشَاةٍ مَصْلِيَّةٍ، فَقَالَ: كُلُوا، فَتَنَحَّى بَعْضُ القَوْمِ، فَقَالَ: إِنِّي صَائِمٌ، فَقَالَ عَمَّارٌ: “مَنْ صَامَ اليَوْمَ الَّذِي يَشُكُّ فِيهِ النَّاسُ فَقَدْ عَصَى أَبَا القَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

 

Dari Shilah bin Zufar, dia berkata: Ketika kami bersama ‘Ammar bin Yasir, lalu dihidangkan kambing bakar, kemudian dia berkata: “Silahkan makan!”
Lalu sebagian orang menjauh sambil berkata, “Saya sedang berpuasa”. Maka ‘Ammar bin Yasir berkata, “Barang siapa berpuasa pada hari syak (yang diragukan apakah tanggal tiga puluh Sya’ban atau awal Ramadlan), maka dia telah durhaka terhadap Abul Qasim (Rasulullah) shalallahu ‘alaihi wa salam”. (HR. Tirmidzi, no. 686; Nasai, no. 2188; Abu Dawud, no. 2334; Ibnu Majah, no. 1645; Ibnu Khuzaimah, no. 1914; Ibnu Hibban, no. 3585, 3595, 3596. Dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani)

 

HADITS IBNU ‘ABBAAS

 

عَنْ سِمَاكٍ، قَالَ: دَخَلْتُ عَلَى عِكْرِمَةَ فِي يَوْمٍ قَدْ أَشْكَلَ مِنْ رَمَضَانَ هُوَ أَمْ مِنْ شَعْبَانَ، وَهُوَ يَأْكُلُ خُبْزًا وَبَقْلًا وَلَبَنًا فَقَالَ لِي: هَلُمَّ، فَقُلْتُ: إِنِّي صَائِمٌ، قَالَ وَحَلَفَ بِاللَّهِ: لَتُفْطِرَنَّ، قُلْتُ: سُبْحَانَ اللَّهِ مَرَّتَيْنِ، فَلَمَّا رَأَيْتُهُ يَحْلِفُ لَا يَسْتَثْنِي تَقَدَّمْتُ قُلْتُ: هَاتِ الْآنَ مَا عِنْدَكَ، قَالَ: سَمِعْتُ ابْنَ عَبَّاسٍ، يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ، وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ حَالَ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُ سَحَابَةٌ أَوْ ظُلْمَةٌ، فَأَكْمِلُوا الْعِدَّةَ عِدَّةَ شَعْبَانَ، وَلَا تَسْتَقْبِلُوا الشَّهْرَ اسْتِقْبَالًا، وَلَا تَصِلُوا رَمَضَانَ بِيَوْمٍ مِنْ شَعْبَانَ

 

Dari Simaak, dia berkata: Aku menemui ‘Ikrimah di hari yang dipermasalahkan, apakah termasuk di bulan Romadhon atau di bulan Sya’ban, saat itu beliau sedang makan roti, sayur dan susu. Lalu beliau berkata kepadaku: “Kemarilah!” Aku menjawab: “Aku sedang berpuasa.” Beliau berkata dengan bersumpah atas nama Allah, “Sungguh kamu benar-benar harus berbuka.” Aku berkata: “Subhanalloh” dua kali. Setelah aku melihat beliau bersumpah dengan tidak mengecualikan (mengucapkan insya Alloh), maka aku maju (untuk makan) sambil berkata: “Sekarang sampaikan (argumen) yang ada padamu!” Beliau berkata: “Aku telah mendengar Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berpuasalah kalian karena melihatnya (hilal Romadhon) dan berbukalah karena melihatnya (hilal Syawal). Jika ada mendung atau gelap menghalangi antara kalian dengan hilal, maka sempurnakanlah bilangan bulan Sya’ban. Janganlah kalian menyambut bulan Romadhon (dengan berpuasa sebelumnya), dan janganlah menyambung bulan Ramadlan dengan satu hari dari bulan Sya’ban.” (HR. Nasai, no. 2189. Dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani)

 

KETERANGAN:

Para ulama madzhab menjelaskan maksud hari syakk (meragukan):

1) Hanafiyyah berpendapat: yaitu hari diragukan apakah termasuk Romadhon atau Sya’ban, yaitu orang-orang membicarakan melihat hilal, namun tidak terbukti.

2) Malikiyyah berpendapat: yaitu hari ke 30 bulan Sya’ban, jika malam sebelumnya langit mendung dan tidak terbukti hilal terlihat.

3) Syafi’iyyah berpendapat: yaitu hari ke 30 bulan Sya’ban, jika orang-orang membicarakan melihat hilal, dan malam sebelumnya langit cerah.

4) Hanabilah berpendapat: yaitu hari ke 30 bulan Sya’ban, jika langit cerah dan orang-orang tidak melihat hilal. Atau ada orang yang melihat namun persaksiannya ditolak. Atau ketika langit mendung. (Lihat: Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, 45/314)

Semua pendapat di atas intinya sama, yaitu setelah hari ke 29 Sya’ban, kemudian orang-orang berselisih, apakah termasuk Romadhon atau Sya’ban, sebagaimana di dalam hadits kedua. Wallohu a’lam

 

FAWAID HADITS:

Ada beberapa faedah yang bisa kita ambil dari hadits-hadits ini, antara lain:

  • 1- Perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memulai berpuasa karena melihat hilal Romadhon dan berbuka karena melihat hilal Syawal.
  • 2- Jika ada mendung atau gelap menghalangi terlihatnya hilal, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk menyempurnakan bilangan bulan dengan 30 hari.
  • 3- Larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyambut bulan Romadhon dengan berpuasa sehari atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi orang yang biasa berpuasa.
  • 4- Larangan berpuasa di hari syakk (keraguan).
  • 5- Setelah meriwayatkan hadits di atas imam Tirmidzi berkata:
    “Ini (larangan berpuasa di hari syakk) diamalkan/diterima oleh banyak ulama dari kalangan shahabat Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam dan orang-orang sepeninggal mereka dari para tabi’in”. (Sunan Tirmidzi, no. 686)
  • 6- Sahabat dan tabi’in mengetahui larangan berpuasa di hari syakk, dan mereka mengingatkan orang lain tentang larangan ini.
    Namun sayang, zaman sekarang banyak orang tidak memahami.
  • 7- Tidak boleh menetapkan tanggal 1 Romadhon sebelum berusaha melihat hilal.
    Sebab penetapan itu berarti meniadakan hari syakk.
    Dan penetapan itu menyelisihi perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban dengan 30 hari ketika hilal tidak terlihat. Wallohu a’lam.

Inilah sedikit penjelasan tentang hadits yang agung ini. Semoga Alloh selalu memudahkan kita untuk melaksanakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan. Dan selalu membimbing kita di atas jalan kebenaran menuju ridho dan sorga-Nya yang penuh kebaikan.

 

Ditulis oleh Ustadz Muslim Atsari hafidzhahullahu ta’ala
Sragen, Sabtu bakda Isya, 21-Sya’ban-1442 H / 3-April-2021 M.

By Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *