RINGKASAN KAJIAN DAN TAUJIHAAT PADA RAPAT PARA ASATIDZAH DAN PEGAWAI
PONDOK PESANTREN AL UKHUWAH SUKOHARJO
A. Pemateri Pertama : Al-Ustadz Abu Asma’ Khalid Syamhudi hafidzahullahu ta’ala (Masul program I’dad Du’at)
Materi : Kitab Makarimul Akhlak Karya Syaikh Utsaimin rohimahullahu ta’ala
Apa itu Akhlak??
Akhlak adalah sebagaimana yang dikatakan oleh para ulama yaitu gambaran batin seseorang. Karena gambaran seseorang itu ada dua ; a). Gambaran dhohir dan b). Gambaran batin.
Gambaran dhohir adalah bentuk penciptaan yang Allah ciptakan badan diatasnya. Dan telah diketahui bahwa akhlak yang dhohir ini ada yang baik, ada yang buruk dan ada yang diantara keduanya.
Sedangkan gambaran batin seseorang juga ada yang baik dan ada yang buruk dan demikianlah akhlak. Oleh karena itu akhlak adalah gambaran batin yang seseorang ditabiatkan diatasnya.
Akhlak itu Jibillah (pemberian dari Allah) atau diusahakan (dilatih)??
Akhlak itu ada yang memang pemberian dari Allah dan ada juga yang harus diusahakan. Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam kepada Al-Mundzir Asyaj bin ‘Abdul Qais Radhiyallahu ‘anhu :
إِنَّ فِيكَ خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ، الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ
“Sesungguhnya Engkau mempunyai dua tabiat yang disukai oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu santun dan sabar.”
Al-Mundzir bertanya :
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنَا أَتَخَلَّقُ بِهِمَا أَمُ اللَّهُ جَبَلَنِي عَلَيْهِمَا؟
“Wahai Rasulullah, memang aku berakhlak demikian atau Allah yang memberikan itu kepadaku?”
Beliau menjawab :
بَلِ اللَّهُ جَبَلَكَ عَلَيْهِمَا
“Allah yang memberikan itu kepadamu.”
Al-Mundzir berkata :
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي جَبَلَنِي عَلَى خَلَّتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ
“Segala puji milik Allah yang telah memberiku dua tabiat yang disukai oleh Allah dan Rasul-Nya” (HR. Muslim, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi).
Ini dalil bahwasanya akhlak itu ada yang memang pemberian dari Allah dan ada yang memang membutuhkan pembiasaan.
Manakah yang lebih afdhal (utama), orang yang memiliki akhlak secara jibillah atau yang diusahakan??
Orang yang sudah diberi akhlak dari Allah lebih afdhal karena dia tidak mengalami kesulitan dan selalu berakhlak baik disegala tempat dan keadaan. Karena memang sudah menjadi akhlaknya, maka dari sisi ini dia lebih sempurna. Adapun orang yang berakhlak baik dengan usaha maka dia akan diberi pahala dari sisi usahanya tersebut.
Terkait dengan akhlak jibillah dan yang diusahakan ada empat macam, yaitu :
- a). Orang yang tidak memiliki akhlak, baik jibillah atau usaha.
- b). Orang yang dapat jibillah dan mencukupkan dengan jibillah saja.
- c). Orang yang diberi akhlak jibillah dan menambah dgn akhlak yg diusahakan.
- d). Orang yang tidak diberi secara jibillah tapi mendapatkan dengan usaha.
Intinya orang yang berakhlak baik secara jibillah lebih sempurna dibandingkan dengan orang yang mendapatkan akhlak baik dengan usaha. Akan tetapi bagi yang mendapatkan akhlak mulia dengan cara usaha dia akan diberi ganjaran dari sisi usahanya tersebut.
Keshahihan (kebenaran) aqidah hendaknya diiringi dan direalisasikan dengan akhlak yang baik.
——————————————
A. Pemateri Kedua : Al-Ustadz Abu Sulaiman Aris Sugiyantoro hafidzahullahu ta’ala (Mudir Ponpes Al-Ukhuwah)
Materi : Tausiyah dan Taujihaat
1. Tidak terasa waktu semakin cepat berlalu. Singkatnya waktu merupakan salah satu tanda-tanda kecil dekatnya hari kiamat sebagaimana yang pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam katakan :
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَقَارَبَ الزَّمَانُ فَتَكُونَ السَّنَةُ كَالشَّهْرِ، وَيَكُونَ الشَّهْرُ كَالْجُمُعَةِ، وَتَكُونَ الْجُمُعَةُ كَالْيَوْمِ، وَيَكُونَ الْيَوْمُ كَالسَّاعَةِ، وَتَكُونَ السَّاعَةُ كَاحْتِرَاقِ السَّعَفَةِ
“Tidak akan terjadi kiamat hingga zaman berdekatan. Setahun bagaikan sebulan. Sebulan bagaikan sepekan. Sepekan bagaikan sehari. Sehari bagaikan sejam. Dan sejam bagaikan terbakarnya pelepah pohon kurma.” (HR. Ahmad di dalam Musnad-nya)
2. Diantara akhlak Ibadurrahman adalah memprioritaskan kepentingan dalam hal harta. Allah Ta’ala berfirman :
وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian.” (Al-Furqan : 67).
3. Didalam Islam hendaknya seseorang bersikap pertengahan. Dalam hal :
a). Rizki tidak bersikap boros tidak pula kikir. Allah ta’ala berfirman :
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ فَتَقْعُدَ مَلُومًا مَحْسُورًا
“Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (Al Isra’: 29). Maksud ayat ini adalah jangan terlalu pelit dan jangan terlalu pemurah (berlebihan ; boros).
b). Makan, minum dan berpakaian. Allah berfirman :
وكُلُواْ وَاشْرَبُواْ وَلاَ تُسْرِفُواْ إِنَّهُ لاَ يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Al-‘Araf : 31)
4. Menurut saya tidak hikmah jika gaji seorang suami diberikannya semua kepada istri. Sehingga ketika suami akan melakukan kegiatannya harus meminta kepada istri. Seorang suami hendaknya yang berperan penuh dalam mengurusi harta dalam keluarga.
- Masjid Aisyah Ponpes Putri Al-Ukhuwah :: Selasa, 29 Oktober 2024 M / 28 Robiul Awwal 1446 H
- Diringkas oleh Ahmad Imron bin Muhadi Al Fanghony, hafidzahullahu ta’ala