MATERI KAJIAN MASJID SHAFIYAH NASHIR AL-MAR’Y TAWANGSARI – SUKOHARJO

ADAB DAN AKHLAK SEORANG MUSLIM

OLEH : ABU FAQIH AHMAD IMRON BIN MUHADI AL FANGHONY

 

A. Pengertian
Secara bahasa akhlak diartikan sebagai tabiat, karakter, wibawa, dan kualitas agama. Dalam kamus al-Muhith dinyatakan,

الخُلُقُ: بِالضَّمِّ، وَبِضَمَّتَيْنِ : السِّجِّيَّةُ وَالطَّبْعُ، وَالمُرُوْءَةُ وَالدِّيْنُ

Akhlak artinya sijjiyah (karakter), tabiat, wibawa, dan kualitas agama. (Qamus al-Muhith, Fairuz Abadi).

Allah memuji Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dengan akhlaknya yang mulia,

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ

“Dirimu berada di atas akhlak yang mulia.” (QS. al-Qalam: 4)

Artinya, kamu memiliki adab yang sangat agung, yang diajarkan dalam al-Quran, itulah islam dan semua syariatnya. Dinyatakan dalam satu riwayat dari Ibnu Abbas, beliau menjelaskan,

خُلُقٍ عَظِيمٍ؛ أَيْ: دِيْنٌ عَظِيْمٌ، وَهُوَ الإِسْلَامُ

Akhlak yang mulia, artinya agama yang agung, yaitu Islam. (Tafsir at-Thabari, 23/529)

B. Akhlak sudah dikenal orang² masa dahulu

Pada masa Jahiliyyah, orang-orangnya telah mengenal yang namanya akhlak baik, walaupun masa itu kebanyakannya memiliki akhlak yang buruk. Oleh karenanya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diutus untuk menyempurnakan akhlak. Hadits tersebut adalah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ

“Sesungguhnya aku hanyalah diutus untuk menyempurnakan akhlak yang luhur.” (HR. Ahmad no. 8952 dan Al-Bukhari dalam Adaabul Mufrad no. 273. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Adaabul Mufrad.)

 

C. Perkataan ulama tentang masalah adab

Ketahuilah bahwa ulama salaf sangat perhatian sekali pada masalah adab dan akhlak. Mereka pun mengarahkan murid-muridnya mempelajari adab sebelum menggeluti suatu bidang ilmu dan menemukan berbagai macam khilaf ulama. Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy,

تَعَلَّمِ الأَدَبَ قَبْلَ أَنْ تَتَعَلَّمَ العِلْمَ

“Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”

Kenapa sampai para ulama mendahulukan mempelajari adab? Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata,

بِالأَدَبِ تَفْهَمُ العِلْمَ

“Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.”

Syaikh Sholeh Al ‘Ushoimi hafidzahullahu ta’ala berkata, “Dengan memperhatikan adab maka akan mudah meraih ilmu. Sedikit perhatian pada adab, maka ilmu akan disia-siakan.”

Oleh karenanya, para ulama sangat perhatian sekali mempelajarinya.

Ibnul Mubarok berkata,

تَعَلَّمْنَا الأَدَبَ ثَلَاثِيْنَ عَاماً، وَتَعَلَّمْنَا العِلْمَ عِشْرِيْنَ

“Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.”

Ibnu Sirin berkata,

كَانُوْا يَتَعَلَّمُوْنَ الهَدْيَ كَمَا يَتَعَلَّمُوْنَ العِلْمَ

“Mereka -para ulama- dahulu mempelajari petunjuk (adab) sebagaimana mereka menguasai suatu ilmu.”

Makhlad bin Al Husain berkata pada Ibnul Mubarok,

نَحْنُ إِلَى كَثِيْرٍ مِنَ الأَدَبِ أَحْوَجُ مِنَّا إِلَى كَثِيْرٍ مِنْ حَدِيْثٍ

“Kami lebih butuh dalam mempelajari adab daripada banyak menguasai hadits.” Ini yang terjadi di zaman beliau, tentu di zaman kita ini adab dan akhlak seharusnya lebih serius dipelajari.

Dalam Siyar A’lamin Nubala’ karya Adz Dzahabi disebutkan bahwa ‘Abdullah bin Wahab berkata,

مَا نَقَلْنَا مِنْ أَدَبِ مَالِكٍ أَكْثَرَ مِمَّا تَعَلَّمْنَا مِنْ عِلْمِهِ

“Yang kami nukil dari (Imam) Malik lebih banyak dalam hal adab dibanding ilmunya.”

Imam Malik juga pernah berkata, “Dulu ibuku menyuruhku untuk duduk bermajelis dengan Robi’ah Ibnu Abi ‘Abdirrahman -seorang fakih di kota Madinah di masanya-. Ibuku berkata,

تَعَلَّمْ مِنْ أَدَبِهِ قَبْلَ عِلْمِهِ

“Pelajarilah adab darinya sebelum mengambil ilmunya.”

Imam Abu Hanifah lebih senang mempelajari kisah-kisah para ulama dibanding menguasai bab fiqih. Karena dari situ beliau banyak mempelajari adab, itulah yang kurang dari kita saat ini. Imam Abu Hanifah berkata,

الْحِكَايَاتُ عَنْ الْعُلَمَاءِ وَمُجَالَسَتِهِمْ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ كَثِيرٍ مِنْ الْفِقْهِ لِأَنَّهَا آدَابُ الْقَوْمِ وَأَخْلَاقُهُمْ

“Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada menguasai beberapa bab fiqih. Karena dalam kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlaq luhur mereka.” (Al Madkhol, 1: 164)

D. Keutamaan Akhlak Baik

1. Dengan akhlak baik sebab dicintai Allah dan lebih dekat tempat duduknya dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di akhirat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا

“Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.” (HR. Tirmidzi no. 1941. Dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ no. 2201.)

2. Dengan akhlak mulia, seseorang bisa menyamai kedudukan (derajat) orang yang rajin berpuasa dan rajin shalat. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ

“Sesungguhnya seorang mukmin bisa meraih derajat orang yang rajin berpuasa dan shalat dengan sebab akhlaknya yang luhur.” (HR. Ahmad no. 25013 dan Abu Dawud no. 4165. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhiib no. 2643.)

3. Dengan akhlak mulia, keimanan seseorang menjadi sempurna.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR. Tirmidzi no. 1162. Dinilai shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 284.)

4. Akhlak baik menjadi sebab terbanyak yg memasukkan pelakunya ke dalam Surga.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

أَكْثَرِ مَا يُدْخِلُ النَّاسَ الْجَنَّةَ ، تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ

“Yang paling banyak memasukkan manusia ke dalam surga, (adalah) takwa kepada Allah dan husnul khuluq”. (HR. At-Tirmidzi dan al-Hakim)

5. Akhlak yang baik pemberat ditimbangan kebaikan.
Dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَا مِنْ شَىْءٍ يُوضَعُ فِى الْمِيزَانِ أَثْقَلُ مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ

“Tidak ada sesuatu amalan yang jika diletakkan dalam timbangan lebih berat dari akhlaq yang mulia…” (HR. Tirmidzi no. 2134. Syaikh Al-Abani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih Al Jaami’ no. 5726.)

 

  • Tim Medsos MSU (PKPPS Tingkat Ula Al Ukhuwah Sukoharjo)

By Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *