RINGKASAN KAJIAN BA’DA SUBUH DI PONPES AL UKHUWAH SUKOHARJO

Tema : Bekal Penuntut Ilmu.
Pemateri : Ustadz Firanda Andirja, Lc., M.A, hafidzahullahu ta’ala.

 

1. Menuntut ilmu adalah diantara ibadah wajib yang agung (besar). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224)

2. Oleh karena itu datang beberapa dalil yang menunjukkan keutamaan menuntut ilmu, diantaranya :

A. Persaksian orang berilmu diakui oleh Allah. Allah berfirman :

شَهِدَ اللَّـهُ أَنَّهُ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ ۚ لَا إِلَـٰهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Allah mempersaksikan -dan persaksian Allah pasti benar- bahwasannya tidak ada yang patut disembah dengan benar selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan malaikat juga mempersaksikan -makhluk-makhluk yang selalu taat kepada Allah, ini juga persaksiannya juga pasti benar-, kemudian orang-orang yang berilmu di kalangan manusia -Allah memilih orang-orang yang berilmu- juga mempersaksikan, tidak ada yang patut disembah dengan benar selain Allah Subhanahu wa Ta’ala yang Maha Perkasa lagi Maha Sempurna hukum dan hikmahNya.” (Ali Imran : 18)

B. Menuntut ilmu adalah jihad yang utama. Diantara dalilnya adalah firman Allah ta’ala :

فَلَا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَجَاهِدْهُمْ بِهِ جِهَادًا كَبِيرًا

“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al Quran dengan jihad yang besar” (Al Furqon : 52).

Ibnul Qayyim berkata dalam Zaadul Ma’ad, “… Di dalam ayat ini berisi perintah berjihad melawan orang kafir dengan hujjah dan bayan (dengan memberi penjelasan atau ilmu, karena saat itu kaum muslimin belum punya kekuatan berjihad dengan senjata).

Sebagian ulama berkata :

الجِهَادُ بِالعِلْمِ أَفْضَلُ مِنَ الجِهَادُ بِالسِّنَانِ

“Berjihad dengan ilmu lebih utama dibandingkan berjihad dengan pedang”.

C. Allah akan mengangkat derajat para pemilik ilmu. Allah ta’ala berfirman :

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.“ (Al Mujadilah : 11).

D. Seorang yang berilmu lebih utama dari ahli ibadah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

“Keutamaan orang berilmu di atas ahli ibadah bagaikan keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya ulama itu adalah pewaris para nabi. Para Nabi tidaklah mewariskan dirham dan dinar, akan tetapi mereka mewarisi ilmu. Maka barangsiapa yang mengambilnya, sungguh dia telah mengambil keberuntungan yang besar”. (HR. Abu Dawud. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Abu Dawud no. 3641)

E. Menurut ilmu jalan pintas menuju Surga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا، سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu padanya, Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).

Kenapa dikatakan menuntut ilmu jalan pintas menuju Surga? Karena dengan ilmu seseorang akan terbuka baginya cakrawala pengetahuan, jalan-jalan kebaikan bahkan tahu skala prioritas serta terbukanya jalan-jalan keburukan yang bisa dia jauhi.

C. Ilmu yang didasarkan dengan keikhlasan maka akan menjadi ilmu dan ibadah yang paling utama. Imam Ahmad pernah ditanya tentang amalan yang utama, beliau menjawab :

طَلَبُ العِلْمِ لِمَنْ صَحَّتْ نِيَّتُهُ

“Menuntut ilmu bagi yang benar (ikhlas) niatnya.” Lalu beliau ditanya tentang ciri atau cara niat ikhlas menuntut ilmu itu bagaimana? beliau menjawab :

أَنْ يَنْوِيَ رَفْعَ الجَهْلِ عَنْ نَفْسِهِ وَعَنْ غَيْرِهِ

Hendaknya dia berniat menghilangkan kebodohan pada diri sendiri, dan menghilangkan kebodohan pada orang lain (berdakwah).

3. Metode para Nabi dan pengikutnya adalah berdakwah diatas ilmu. Berdasarkan firman Allah ta’ala :

قُلْ هَٰذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ ۚ عَلَىٰ بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي ۖ وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Katakanlah : Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik” (Yusuf : 108)

4. Berbicara keutamaan menuntut ilmu itu sangat-sangat banyak dan ini hanya segelintir saja untuk menegaskan kepada para santri (para penuntut ilmu) bahwa ketika seseorang sedang menuntut ilmu, dia ini sedang beribadah. Seperti ; dia sedang shalat, umrah, haji dan lainnya.

5. Apa adab-adab menuntut ilmu agar ilmu berkah?

A. Ikhlas.
Jika ikhlas maka menuntut ilmu harus diniatkan untuk mencari pengakuan dari Allah semata dan tidak mencari dari selainNya, mencari ridhaNya, memperbaiki diri dan agar semakin bertaqwa dan untuk menghilangkan kejahilan. Karena penyakit penuntut ilmu adalah kesombongan. Al Imam Adz-Dzahabi berkata :

وَأَشَرُّ الكِبْرِ، الكِبْرُ عَلَى العِبَادِ بِعِلْمِهِ

Jalan orang sombong banyak, salah satunya adalah sombong dengan ilmu lalu merendahkan orang lain. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ يُبَاهِي بِهِ الْعُلَمَاءَ ، أَوْ يُمَارِي بِهِ السُّفَهَاءَ ، أَوْ يَصْرِفُ أَعْيُنَ النَّاسِ إِلَيْهِ ، تَبَوَّأَ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ

“Barangsiapa menuntut ilmu hanya ingin digelari ulama, untuk berdebat dengan orang bodoh, supaya dipandang manusia, maka silakan ia mengambil tempat duduknya di neraka.” (HR. Hakim dalam Mustadroknya).

Sombong yang paling buruk adalah sombong dengan ilmu, kenapa?? Kata Al Imam Adz-Dzahabi : “Karena ilmu seharusnya bisa membawa dirinya kepada sikap tawadhu’ (kerendahan hati)”.

Selain kesombongan, perusak dari keikhlasan dalam menuntut ilmu adalah riya’. Sebagaimana hadits tentang 3 orang yang Allah jerumuskan dalam Neraka. Rasulullah menyebutkan salah satu diantara mereka adalah seorang penuntut ilmu lalu mendakwahkannya (seorang ustadz) :

وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ، وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ الْقُرْآنَ، فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا، قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ، وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيكَ الْقُرْآنَ، قَالَ: كَذَبْتَ، وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ، وَقَرَأْتَ الْقُرْآنَ لِيُقَالَ: هُوَ قَارِئٌ، فَقَدْ قِيلَ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى أُلْقِيَ فِي النَّارِ

“Seseorang yang menuntut ilmu, mengajarkannya, dan membaca Al Qur’an. Lalu ia didatangkan dan dipaparkan kepadanya segala nikmat yang telah ia raih, lantas ia mengakuinya. Lalu ia ditanya, “Apa yang sudah kamu lakukan terhadap nikmat tersebut?”. Ia menjawab, “Aku menuntut ilmu juga mengajarkannya, aku juga membaca Al Qur’an karena-Mu”. Lalu dikatakan padanya, “Kamu dusta! Kamu itu menuntut ilmu supaya dijuluki sebagai orang yang berilmu! Kamu juga membaca Al Qur’an karena ingin dikenal sebagai qari! Dan kamu pun telah mendapatkannya!”. Lalu orang tadi diseret di atas wajahnya lalu dilempar ke neraka” (HR. Muslim)

Dikatakan oleh para ulama, orang seperti ini disebut :

عَالِمٌ بِعِلْمِهِ لَمْ يَعْمَلْ عَمَلًا مُعَذَّبٌ مِنْ قَبْلِ عُبَادَةِ الأَوْثَانِ

“Alim (orang berilmu) dengan ilmunya namun tidak mengamalkannya, maka dia diadzab sebelum diadzabnya para penyembah berhala”.

B. Niatkan untuk diamalkan.
Ilmu yang tidak diamalkan adalah ilmu yang dicela. Ilmu yang diamalkan bukan hanya yang terlihat (amalan badan), namun ilmu yang tidak terlihat juga harus diamalkan (amalan hati). Semua nash (dalil) tentang ilmu yang Allah puji baik dalam Al Qur’an maupun hadits merupakan ilmu yang diamalkan.

لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ … وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ

“Tidak akan bergeser dua telapak kaki hamba di hari kiamat sampai ia ditanya,(salah satunya) tentang ilmunya, apa yang sudah dia amalkan?” (HR. Tirmidzi, beliau nilai hasan shahih. Dan dinliai shahih oleh Al Albani)

C. Menuntut ilmu butuh kesabaran.
Ilmu itu butuh kesabaran, baik dalam membaca, menulis, menghafal, mengulang dan lainnya dan ini semua dalam koredor ibadah. Sabar dalam menuntut ilmu sudah di contohkan oleh Nabi Musa saat menuntut ilmu kepada Nabi Khidir ‘alaihimas salam.

D. Harus runut.
Ilmu itu butuh tahapan dan disebutkan adanya orang-orang robbaniyyun karen dia adalah orang yang mengajarkan ilmu dari perkara yang kecil lalu perkara yang besar.

 

(Diringkas oleh AIA :: Jum’at, 10 Dzulqo’dah 1445 H / 17 Mei 2024 M)

By Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *