قَالَ الشّيْخُ عَبْدُ اللّٰهِ بْنُ حُمَيْدٍ (ت: ١٤٠٢هـ) رَحِمَهُ اللّٰهُ تَعَالىَ
«وَلَا يَنْبَغِي لِلدَّاعِيَةِ أَنْ يَتَسَرَّبَ اليَأْسَ إِلَى نَفْسِهِ، وَيَقُوْلُ : “النَّاسُ اِنْحَرَفُوْا وَفَرَطُوْا فَلَا فَائِدَةَ مِنَ اسْتِصْلَاحِهِمْ”، بَلْ عَلَيْهِ أَنْ يَدْعُوَ وَيَجِدَّ وَيَجْتَهِدَ، وَإِذَا عَلِمَ اللّٰهُ مِنْهُ صِدْقَ النِّيَّةِ فَإِنَ اللّٰهَ يُثِبُهُ وَيُعْطِيْهِ الأَجْرَ الجَزِيْلَ»
شرح كتاب التوحيد” (ص٩٣)”
Berkata Syaikh Abdullah Humaid (w ; 2014 H) rohimahullahu ta’ala : “Tidak selayaknya bagi seorang da’i (pendakwah) untuk memutuskan sebuah perkara (tergantung) kepada dirinya sendiri, dan mengatakan : Manusia telah menyeleweng dan mereka telah lalai sehingga tidak ada faidahnya dari memperbaiki mereka. Justru hendaknya dia banyak-banyak berdoa, bersemangat dan bersungguh-sunggu (mendakwahi mereka), dan jika Allah telah mengetahui darinya kebenaran dan kejujuran niat, maka Allah akan akan mengkokohkannya dan memberikannya pahala yang banyak.” (Syarah Kitab Tauhid, hal. 39)